Senin, 08 Agustus 2011

Pernapasan


Histologi sistem pernapasan
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
  1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis
  2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),  sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

epitel olfaktori, khas pada konka superior
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.
Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori
Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang

epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")
Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

epitel bronkus
Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang  memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli
Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. 
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru.
Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

alveolus
Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.

sawar udara-kapiler
Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada di atas serat kolagen dan elastin.
Referensi:
  1. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54.
  2. Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart: Thieme; 2003. p. 340-51.

Rabu, 22 Juni 2011

Cerita Indomieku

 Air, Bumi, Api, Udara...

      Dahulu keempat negara hidup dengan damai, namun semuanya berubah saat negara api menyerang. Hanya Avatar yang mampu mengendalikan keempat elemen yang dapat menghentikannya. Namun saat dunia membutuhkannya dia menghilang.

      Aku pernah bercerita di depan kelas. "Di desa saya ambil air jauh. Tapi sekarang sonde susah lagi, sekarang sumber air sudekat. Terimakasih kakak, bapak, mama semua. Kami senang. Lebih mudah bantu mama ambil air buat bikin indomie."Kakak saya sendiri adalah tukang bohong, sampai pak rt pun dibohonginya. suatu hari pak rt datang ke rumah nanya papa, kakak bilang,"aku gak punya papaaaa". Karena ketauan bohong, kakak pun dikejar pak rt yang lagi nenteng chainsaw. Kakak kabur pake motor mio yang kondisinya terawat dengan oli top one matic. Yang berbahaya, pak rt punya 4 penguin militer, yaitu skipper, kowalski, rico, dan private. Untunglah kakak berhasil menewaskan mereka dengan serangan blitzkrieg kamehame.

      Beratus tahun kemudian aku dan kakakku menemukan seorang avatar muda yang baru. Seorang pengendali udara bernama Aang. Suatu hari aku dan kakakku sedang makan Indomie. Setelah makan indomie, kakakku langsung minum pocari sweat, sambil berkata,"hari ini bisa keringatan kayak gini, besok juga. go ion". Tiba-tiba Aang datang dan berteriak,"laki gak butuh rasa-rasa. Laki minum kuah indomie!!!". Namun semangatku selalu balik lagi, demi mencapai cita-citaku, aku minum teh sisri. Yang lain semakin ketinggalan.     

      Walaupun ilmu pengedalian udara Aang sangat bagus, namun dia masih butuh banyak waktu untuk bisa menguasai semuanya, Tapi aku yakin, Aang dapat menyelamatkan dunia.

Ini cerita Indomieku, kalau kamu?

VERUKA

DEFINISI: hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh human papilloma virus tipe tertentu
EPIDEMIOLOGI:
            Tersebar kosmopolit.
            Transmisi melalui kontak kulit atau autoinokulasi
ETIOLOGI: virus papiloma, virus DNA dengan karakteristik replikasi terjadi intranuklear.
KLASIFIKASI
1.    Veruka vulgaris dengan varian veruka filiformis
2.    Veruka plana juvenilis
3.    Veruka plantaris
4.    Veruka akuminatum (kondiloma akuminatum)
GEJALA KLINIS
Veruka vulgaris
·         Terutama pada anak-anak, bisa juga pada dewasa dan orang tua
·         Predileksi terutama di ekstremitas ekstensor, walaupun bisa ke bagian tubuh lain
·         Bentuk bulat berwarna abu-abu, ukuran lentikular, kalau berkonfluensi plakat, permukaan kasar (verukosa).
·         Fenomen Kobner +
·         Ada pendapat mengatakan bisa sembuh tanpa pengobatan.
·         Varian veruka vulgaris yang rterdapat di daerah muka dan kulit kepala berbentuk penonjolan tegak lurus pada permukaan kulit disebut veruka filiformis.
Veruka plana juvenilis
·         Besarnya miliar atau lentikular, permukaan licin dan rata, warna sama dengan warna kulit atau agak kecoklatan.
·         Penyebaran terutama di daerah muka dan leher, dorsum manus dan pedis, pergelangan tangan serta lutut.
·         Fenomen Kobner +
·         Ternasuk penyakit yang sembuh sendiri.
·         Terutama pada anak-anak dan usia muda, walaupun dapat pada orang tua.
Veruka plantaris
·         Terdapat pada telapak kaki atau daerah tertekan.
·         Bentuk berupa cincin yang keras, tengah agak lunak,  berwarna kekuning-kuningan, kalau bergabung seperti gambaran mosaik.
·         Bisa menimbulkan nyeri bila berjalan, karena penekanan.
 PENGOBATAN
1.    Bahan kaustik, misalnya larutan Ag NO3 25%, asam trikloroasetat 50%, fenol likuifaktum
2.    Bedah beku, misalnya CO2, N2, N2O
3.    Bedah skalpel
4.    Bedah listrik
5.    Bedah laser
PROGNOSIS
            Sering residif, walaupun dengan pengobatan adekuat

KONDILOMA AKUMINATUM
DEFINISI: vegetasi oleh human papilloma virus tipe tertentu, bertangkai, permukaannya berjonjot,
EPIDEMIOLOGI:
·         Termasuk penyakit hubungan seksual,
·         Frekuensi pria dan wanita sama,
·         Tersebar kosmopolit, transmisi melalui kontak kulit langsung.
ETIOLOGI:
·         Human papilloma virus (HPV)
·         Telah dikenal 70, tipe yang ditemukan pada kondiloma akuminatum adalah tipe 6, 11, 16, 18, 30, 31, 33, 35, 39, 41, 42, 44, 51, 52 dan 56.
·         Tipe 16 dan 18 mempunyai potensi onkogenik yang tinggi, sering dijumpai pada kanker serviks.
GEJALA KLINIS
·         Muncul terutama di daerah lipatan yang lembab.
·         Pada pria predileksinya perineum, sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, kopus dan pangkal penis.
·         Pada wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang-kadang pada porsio uteri, pertumbuhannya lebih cepat pada wanita hamil dan fluor albus.
·         Kelainan kulit berupa vegetasi bertangkai, warna kemerahan kalau masih baru, jika agak lama kehitaman, permukaan berjonjot.
Vegetasi yang besar di sebut giant condyloma (Buschke)I
DIAGNOSIS BANDING
·         Veruka vulgaris
·         Kondiloma latum
·         Karsnoma sel skuamosa
PENGOBATAN
1.    Kemoterapi
a.    Podofilin 25 %
b.    Asam trikloroasetat
c.    5-fluorourasil
2.    Bedah listrik (elektrokauter)
3.    Bedah beku
4.    Bedah skalpel
5.    Laser karbondioksida
6.    Interferon
7.    Imunoterapi
PROGNOSIS: baik

MOLUSKUM KONTAGIOSUM
DEFINISI: penyakit yang disebabkan virus poks, klinis berupa papul-papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi masa yang mengandung badan moluskum.
EPIDEMIOLOGI
·         Terutama menyerang anak dan kadang-kadang orang dewasa.
·         Transmisinya melalui kontak kulit langsung dan otoinokulasi.
GEJALA KLINIS
·         Masa inkubasi satu sampai beberapa minggu
·         Kelainan kulit berupa papu miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, bentuk kubah dengan lelukan di tenganya (dele). Jika di pencet akan keluar masa yang berwarna putih.
·         Lokasi biasanya pada wajah, badan dan ekstremitas.
PENGOBATAN
·         Prinsip mengeluarkan masanya, misalnya dengan ekstrator komedo.

HERPES SIMPLEKS
DEFINISI: infeksi akut yang disebabkan virus hespes simpleks tipe I atau II, yang ditandai dengan vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematus pada daerah mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung primer maupun sekunder,
ETIOLOGI
·         VHS tipe I atau II.
GEJALA KLINIS
1.    Infeksi primer
2.    Fase laten
3.    Infeksi rekurens
Infeksi primer
·         Tempat predleksi VHS I di daerah pinggang ke atas, terutana daerah mulut dan hidung.
·         VHS II predileksinya pinggang ke bawah.
·         Infeksi primer berlangsung kira-kira 3 minggu, sering disertai gejala sistemik.
·         Kelainan klinis yang ditemukan vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematus, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi keruh dan seropurulen, dapat nenjadi krusta dan kadang-kadang ulserasi dangkal, sembuh tanpa sikatriks.
Fase laten
·         Tidak ditemukan gejala klinis
Infeksi rekurens
·         Dapat dipicu oleh trauma fisik, trauta psikis dan dapat pula oleh makanan dan minuman yang merangsang.
·         Gejala klinis lebih ringan dari infeksi primer.
 Pemeriksaan pembantu diagnosis
·         Pemeriksaan antibodi, Tzanck test
DIAGNOSIS BANDING
·         Daerah mulut dengan impetigo vesikobulosa
·         Daerah genital ulkus durum, ulkus mole dan ulkus mikatum
PENATALAKSANAAN
·         Belum ada terapi yang memberikan pengobatan yang mennyeluruh
·         Asiklovir topikal
·         Asiklovir oral 5 x 200 mg sehari selama 5 hari.

  1. Toksikologi
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari sumber, sifat, khasiat, gejala-gejala keracunan, dosis terapi dan lethal serta temuan pada otopsi kasus yang meninggal dari suatu zat atau racun.
Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sains, yang menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan.
Menurut masyarakat toksikologi forensik amerika “society of forensic toxicologist, inc. SOFT” bidang kerja toksikologi forensik meliputi:
- analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,
- analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),
- analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika,  psikotropika dan obat terlarang lainnya.
Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah membuat suatu rekaan rekostruksi suatu peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat atau racun tersebut dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai, yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang fatal, atau tindak kekerasan dan kejahatan).
Kriteria diagnostik keracunan:
1.Gejala-gejala sesuai dengan racun penyebab.
2.Analisa kimia positif adanya racun pada sisa barang bukti
3.Ditemukan Racun pada cairan tubuh korban (Darah, Urine)
4.Otopsi, baik makroskopik dan mikroskopik sesuai dengan racun penyebab.
5.Riwayat Penyakit korban kontak dengan racun.
 3 dan 4 bila positif : Diagnosa pasti keracunan
Bilamana memerlukan pemeriksaan toksikologik
Dalam tabel berikut ini digambarkan kasus-kasus yang umumnya di negara maju memerlukan pemeriksaan toksikologi forensik. Kasus-kasus tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu:
a) kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak, kematian di penjara, kematian pada kebakaran, dan kematian medis yang disebabkan oleh efek samping obat atau kesalahan penanganan medis,
b) kecelakaan fatal maupun tidak fatal, yang dapat mengancam keselamatan nyawa sendiri ataupun orang lain, yang umumnya diakibatkan oleh pengaruh obat-obatan, alkohol, atau pun narkoba,
c) penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait dengan akibat pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya lainnya, yang tidak memenuhi standar kesehatan (kasus-kasus forensik farmasi).
Tabel. Kasus-kasus toksikologi forensik yang melibatkan
Jenis Kasus
Pertanyaan yang muncul
Litigasi
Kematian yang tidak wajar (mendadak)
Apakah ada keterlibatan obat atau racun sebagai penyebab kematiannya?
Kriminal: Pembunuhan
Sipil: klaim tanggungan asuransi, tuntunan kepada pabrik farmasi atau kimia
Kematian di penjara
Kecelakaan, pembunuhan yang melibatkan racun atau obat terlarang?
Kriminal: pembunuhan
Sipil: gugatan tanggungan dan konpensasi terhadap pemerintah
Kematian pada kebakaran
Apakah ada unsur penghilangan jejak pembunuhan?
Apa penyebab kematian: CO, racun, kecelakaan, atau pembunuhan?
Kriminal: pembunuhan
Sipil: klaim tanggungan asuransi
Kematian atau timbulnya efek samping obat berbahaya akibat salah pengobatan
Berapa konsentrasi dari obat dan metabolitnya?
Apakah ada interaksi obat?
Malpraktek kedokteran, gugatan terhadap fabrik farmasi
Kematian yang tidak wajar di rumah sakit
Apakah pengobatannya tepat?
Kesalahan terapi?
Klaim malpraktek, tindak kriminal, pemeriksaan oleh komite ikatan profesi kedokteran (”IDI”)
Kecelakaan yang fatal di tempat kerja, sakit akibat tempat kerja, pemecatan
Apakah ada keterlibatan racun, alkohol, atau obat-obatan?
Apakah kematian akibat ”human eror”?
Apakah sakit tersebut diakibatkan oleh senyawa kimia di tempat kerja? Pemecatan akibat terlibat penyalahgunaan Narkoba?
Gugatan terhadap ”employer”, Memperkerjakan kembali
Kecelakan fatal dalam menyemudi
Meyebabkan kematian?
Adakah keterlibatan alkohol, obat-obatan atau Narkoba?
Kecelakaan, atau pembunuhan?
Kriminal: Pembunuhan, kecelakaan bermotor
Sipil: klaim gugatan asuransi
Kecelakaan tidak fatal atau mengemudi dibawah pengaruh obat-obatan
Apakah kesalahan pengemudi? Mengemudi dibawah pengaruh obat-obatan atau Narkoba?
Kriminal: Larangan Mengemudi dibawah pengaruh Obat-obatan atau Narkona
Sipil: gugatan pencabutan atau pengangguhan SIM
Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan atau pasient yang sedang mengalami terapi rehabilitasi narkoba
Kriminal:
Sipil: rehabilitasi
Farmaseutikal dan Obat palsu, atau tidak memenuhi syarat standar ”Forensik Farmasi”
Identifikasi bentuk sediaan, kandungan sediaan obat, penggunaan obat palsu.
Kriminal: pengedaran obat ilegal.
Sipil: tuntutan penggunan obat palsu terhadap dokter atau yang terkait
Langkah-langkah analisis toksikologi forensik
Secara umum tugas analisis toksikolog forensik dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel “sample preparation”, 2) analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general unknown test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis.
Pemeriksaan Luar:
·         Tercium bau dari hidung, mulut, pakaian, bau amandel (sianida), minyak tanah (insektisida), amoniak, fenol, alkohol
·         Pakaian: Penyebaran bercak racun ( Pembunuhan atau bunuh diri)
·         Lebam Mayat : merah terang (CO/CN).
·         Luka-luka bakar pada bibir, kulit akibat asam dan basa kuat.
·         Bekas suntikan ( Narkotik), hiperpigmentasi, keratosis, melanosis.(As,Pb,Hg)
·         Kelainan pada kuku, rambut dan sklera.
Pemeriksaan Dalam
n  Bau yang tercium dari rongga tengkorak, rongga perut dan rongga dada.
n  Kelainan-kelainan yang ditemukan pada organ2 tubuh ( Darah, Salurann pernafasan, Saluran pencernaan, Hati, Paru, Jantung, Ginjal dan otak.)
n  Kelainan bisa berupa korosif, nekrosis,
n  Ditemukan sisa2 obat/racun dalam lambung, mulut, eosofagus.
n  Pada umumnya perbendungan pada semua organ-organ tubuh                    
Bahan atau organ yang diambil dan dikirim untuk pemeriksaan toksikologi:
n  Darah ( 30 –50 cc ), urin (seluruhnya ),
n  Isi lambung( seluruhnya )
n  Empedu, hati (500gr), ginjal (seluruhnya),
n  Otak (500 gr), usus dan isinya ( 60 cm).
n  Lemak (200gr), otot, rambut dengan akarnya  (10 gr), kuku dengan pangkalnya (10gr), jaringan tempat suntikan ( 5-10 cm2). Kadang2 perlu diambil: Paru, jantung dan limpa.
Interpretasi temuan analisis
Temuan analisis sendiri tidak mempunyai makna yang berarti jika tidak dijelaskan makna dari temuan tersebut. Seorang toksikolog forensik berkewajiban menerjemahkan temuan tersebut berdasarkan kepakarannya ke dalam suatu kalimat atau laporan, yang dapat menjelaskan atau mampu menjawab pertanyaan yang muncul berkaitan dengan permasalahan/kasus yang dituduhkan.
Berkaitan dengan analisis penyalahgunaan obat-obatan terlarang, mengacu pada hukum yang berlaku di Indonesia (UU no 5 th 1997 tentang psikotropika dan UU no 22 th 1997 tentang Narkotika), interpretasi temuan analisis oleh seorang toksikolog forensik adalah merupakan suatu keharusan (Wirasuta, 2005). Heroin menurut UU no 22 tahun 1997 termasuk narkotika golongan I, namun metabolitnya (morfin) masuk ke dalam narkotika golongan II. Dilain hal kodein (narkotika golongan III) di dalam tubuh akan sebagian termetabolisme menjadi morfin. Menurut UU narkotika ini (pasal 84 dan 85), menyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika golongan I, II, dan III memiliki konsekuensi hukum yang berbeda, sehingga interpretasi temuan analisis toksikologi forensik, khususnya dalam kaitan menjawab pertanyaan narkotika apa yang telah dikonsumsi, adalah sangat mutlak dalam penegakan hukum.
Terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh toksikolog forensik dalam melakukan analisis:
a. Senyawa apa yang terlibat dalam tindak kriminal tersebut (senyawa apa yang menyebabkan keracunan, menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan dalam berlalulintas, atau narkoba apa yang telah disalah gunakan)?
b. Berapa besar dosisnya?
c. Efek apa yang ditimbulkan?
d. Kapan tubuh korban terpapar oleh senyawa tersebut?
e. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat terungkap dari hasil analisis toksikologi dan didukung oleh penguasaan ilmu pendukung lainnya seperti farmakologi dan toksikologi, biotransformasi, dan farmakokinetik.
Data temuan hasil uji penapisan dapat dijadikan petunjuk bukan untuk menarik kesimpulan bahwa seseorang telah terpapar atau menggunakan obat terlarang. Sedangkan hasil uji pemastian (confirmatory test) dapat dijadikan dasar untuk memastikan atau menarik kesimpulan apakah sesorang telah menggunakan obat terlarang yang dituduhkan..
Pada interpretasi hasil analisis pada kasus kematian, seorang toksikolog forensik dituntut mampu menjawab pertanyaan spesifik seperti: rute pemakaian toksikan, apakah konsentrasi toksikan yang ditetapkan cukup sebagai menyebabkan kematian atau penyebab keracunan. Penetapan rute pemakaian biasanya diperoleh dari analisis berbagai spesimen, dimana pada umumnya konsentrasi toksikan yang lebih tinggi ditemukan di daerah rute pemakaian. Jika ditemukan toksikan dalam jumlah besar di saluran pencernaan dan hati, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa paparan melalui jalur oral.
Ditemukannya toksikan dalam konsentrasi yang cukup tinggi baik di saluran pencernaan maupun di darah, dapat dijadikan cukup bukti untuk menyatakan toksikan tersebut sebagai penyebab kematian. Seorang toksikolog forensik dituntut juga dapat menerangkan absorpsi toksikan dan transportasi/distribusi melalui sirkulasi sistemik menuju organ-jaringan sampai dapat menimbulkan efek yang fatal. Interpretasi ini diturunkan dari data konsentrasi toksikan baik di darah maupun di jaringan-jaringan.
Hasil analisis urin biasanya kurang berarti dalam menentukan efek toksik/psikologi dari suatu toksikan. Secara umum hasil analisis urin menyatakan adanya paparan toksikan sebelum kematian. Dari jumlah volume urin dan konstelasi jumlah toksikan dan metabolitnya di dalam kantung kemih, dengan berdasarkan data laju eksresi toksikan dan metabolitnya, maka dimungkinkan untuk menurunkan informasi lamanya waktu paparan telah terjadi sebelum kematian (Wirasuta 2004).
Dalam menginterpretasikan tingkat konsentrasi di dalam darah dan jaringan sebaiknya memperhatikan tingkat efek psikologis yang sebenarnya dan semua faktor yang berpengaruh dari setiap tingkat konsentrasi yang diperoleh dari spesimen. Interpretasi tingkat konsentrasi dalam darah dan jaringan dapat dibagi menjadi tiga katagori: normal atau terapeutik, toksik, dan lethal. Tingkat konsentrasi normal dinyatakan sebagai keadaan, dimana tidak menimbulkan efek toksik pada organisme. Tingkat konsentrasi toksik berhubungan dengan gejala membahayankan nyawa, seperti: koma, kejang-kejang, kerusakan hati atau ginjal. Tingkat konsentrasi kematian dinyatakan sebagai konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap tingkat konsentrasi toksik (seperti: usia, jenis kelamin/status hormonal, berat badan, status nutrisi, genetik, status immunologi, kelainan patologik dan penyakit bawaan, kelainan fungsi organ, sifat farmakokinetik dari toksikan) seharusnya juga dipertimbangkan dalam menginterpretasikan hasil analisis, yang bertujuan mencari faktor penyebab keracunan. Faktor lain yang juga harus mendapat perhatian adalah fenomena farmakologi seperti toleransi. Toleransi adalah suatu keadaan menurunnya respon tubuh terhadap toksikan sebagai hasil paparan yang berulang sebelumnya, biasanya dalam waktu yang lama. Penurunan respon dapat diakibatkan oleh adaptasi selular pada suatu konsentrasi toksikan, yang dapat berakibat pada penekanan efek farmakologis yang diinginkan. Hal ini sering dijumpai pada kasus kematian akibat menyalahgunaan heroin, dimanakan ditemukan tumpang tindih rentang konsentrasi morfin di darah pada kasus “lethal related heroine (0,010 - 2,200 µg/ml, rataan: 0,277 µg/ml)” dan “non-lethal related heroine (0,010 -0,275 µg/ml, rataan: 0,046 µg/ml)” (Wirasuta 2004). Konsetrasi morfin yang tinggi mungkin tidak mengakibatkan efek toksik pada junkis yang telah berulang memakai heroin, sedangkan pada konsentrasi yang sama mungkin menimbulkan efek kematian pada orang yang baru menggunakan. Bahaya kematian sering dijumpai pada pemakaian dosis tinggi oleh pencadu, yang memulai kembali menggunakan heroin setelah lama berhenti menggunakannya, dimana dosisnya didasarkan pengalaman pribadi saat efek tolerasi masih timbul..
Contoh: Ilustrasi kasus toksikologi forensik (data dikutif dari kasus yang masuk ke Institut of Legal Medicine of Goerg August University, Göttingen, Germany):
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan dari penyidik dilaporkan telah diketemukan mayat di kamar mandi sebuah cafe. Dilengan kanannya masih tertancap jarum suntik. Hasil otopsi melaporkan terdapat baik bekas suntikan yang masih baru maupun yang sudah menua dilengan kanan dan kiri, telapak tangan, kaki. Terdapat udema paru-paru, dan bau aromatis dari organ tubuh seperti saluran cerna. Dokter spesialis Forensik menyimpulkan kematian diduga diakibatkan oleh keracunan obat-obatan.
Hasil analisis toksikologi forensik:
Uji skrining menggunakan teknin immonoassay test (EMIT) terdeteksi positif golongan opiat dan benzodiazepin. Dari penetapan kadar alkohol di darah dan urin terdapat alkohol 0,1 promil dan 0,1 promil.
Pada uji konfirmasi dengan menggunakan alat GC-MS diperoleh hasil:
- darah sebelum di hidrolisis: - morfin: 0,200 µg/ml, - kodein: 0,026 µg/ml
- darah setelah hidrolisis: - morfin: 0,665 µg/ml, - kodein: 0,044 µg/ml
- urin sebelum hidrolisis: - 6-asetilmorfin: 0,060 µg/ml, - morfin: 0,170 µg/ml, - kodein: 0,040 µgml
- urin setelah hidrolisis : - morfin: 0,800 µg/ml, - kodein: 0,170 µg/ml
Golongan benzodiazepin yang terdeteksi di darah adalah: diazepam: 1,400 µg/ml; nordazepam: 0,086 µg/ml; oxazepam: 0,730 µg/ml; temazepam: 0,460 µg/ml
Dalam menginterpretasikan hasil temuannya seorang toksikolog forensik harus mengulas kembali efek toksik dan farmakologi yang ditimbulkan oleh analit, baik efek tunggal dari opiate dan benzodiazepin maupun efek kombinasi yang ditimbulkan dalam pemakaian bersama antara opiat dan benzodiazepin. Menyacu informasi konsentrasi toksik (“lethal concentration”) dapat diduga penyebab kematian dari korban.
Efek toksik yang ditimbulkan oleh pemakaian heroin adalah dipresi saluran pernafasan. Keracunan oleh heroin ditandai dengan adanya udema paru-paru. Sedangkan pemakaian diazepam secara bersamaan akan meningkatkan efek heroin dalam penekanan sistem pernafasan. Hal ini akan mempercepat kematian.
Guna mengetahui obat apa yang telah dikonsumsi oleh korban, berdasarkan hasil analisis dan alur metabolisme dari suatu senyawa obat, seorang toksikolog forensik akan merunut balik apa yang telah dikonsumsi korban.
Di darah dan urin terdapat morfin dan kodein baik dalam bentuk bebas maupun terikat dengan glukuronidnya namun di urin terdeteksi juga 6-asetilmorfin. Heroin di dalam tubuh dalam waktu yang sangat singkat akan termetabilisme menjadi 6-asetilmorfin, dan kemudian membentuk morfin. Morfin akan terkonjugasi menjadi morfin-glukuronidanya. Dari hasil analisis seorang toksikolog forensik sudah dapat menyimpulkan bahwa korban telah mengkonsumsi heroin.
Di dalam tubuh diazepam akan termetabolisme melalui N-demitelasi membentuk desmitldiazepam (nordazepam) dan kemudian akan terhidrolisis membentuk oksazepam, sebagaian kecil akan termetabolisme membentuk temazepam. Sehingga dari temuan analisis dapat disimpulkan korban juga telah mengkonsumsi diazepam.
Semua temuan dan hasil interpretasi ini dibuat dalam suatu laporan (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kembali ke polisi penyidik. Berkas berita acara pemeriksaan ini dikenal dengan keterangan ahli.
2.      Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.

Jenis Narkoba

a).Narkotika(Menurut Undang-Undang RI No. 22 tahun 1997)
1.Narkotika Golongan I
Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja
2.Narkotika Golongan II
Contoh : morfin, petidin
3. Narkotika Golongan III
Contoh : kodein
b) Psikotropika (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997)
1. Psikotropika Golongan I.
Contoh : ekstasi, shabu, LSD
2. Psikotropika Golongan II
Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin
3. Psikotropika Golongan III
Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam
4. Psikotropika Golongan IV
Contoh:diazepam,bromazepam,Fenobarbital,klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, pil Koplo.
c) Zat adiktif lain
  1. Minuman berakohol
         - Golongan A: kadar etanol 1-5%, (Bir)
         - Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
         - Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput.)
2. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
Contoh: Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
3. Nikotin (Tembakau)
Berdasarkan efeknya:
1. Golongan Depresan (Downer)
 contoh : Opioid (morfin, heroin/putauw, kodein)
2. Golongan Stimulan (Upper)
Contoh : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain
3. Golongan Halusinogen
 contoh : Kanabis (ganja), LSD
Mekanisme Kerja
1.Narkotika
Reseptornya tersebar luas diseluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah. Ada 3 jenis yaitu mu (µ), delta (δ), dan kappa (к). Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor akan tetapi dengan afinitas yang berbeda, dan dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, dan campuran.
2. Psikotropika.
Pada umumnya semua jenis psikotropika bekerja pada sistem saraf pusat, baik itu pada neurotransmiternya ataupun pada bagian sinap saraf. Zat/obat ini dapat menurunkan atau merangsang aktivitas otak. Selain itu, beberapa jenis dari psikotopik juga bekerja pada saraf otonom
3. Zat Adiksi Lain.
Mekanisme kerja zat-zat adiksi lainnya juga hampir sama dengan narkotika dan psikotropika yaitu kebanyakan bekerja pada susunan saraf pusat sehingga dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya. . Misalnya alkohol, alkohol bekerja pada SSP sehingga menyebabkan depresi SSP dan efek sedasi serta antianxietas pada kadar yang lebih tinggi
Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin (putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain.
Sedangkan jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD, Mushroom.
Zat adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan Narkotika & Psikotropika seperti alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat pelarut (solven).
Sering kali pemakaian rokok dan alkohol terutama pada kelompok remaja (usia 14-20 tahun) harus diwaspadai orangtua karena umumnya pemakaian kedua zat tersebut cenderung menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lain yang lebih berbahaya (Putauw).
OPIAT atau Opium (candu)
Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap (inhalasi).
·         Menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation)
·         Menimbulkan semangat
·         Merasa waktu berjalan lambat.
·         Pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk.
·         Merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang).
·         Timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.

MORFIN
Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau pembuluh darah (intravena)
·         Menimbulkan euforia.
·         Mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi).
·         Kebingungan (konfusi).
·         Berkeringat.
·         Dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar.
·         Gelisah dan perubahan suasana hati.
·         Mulut kering dan warna muka berubah.

Gejala-Gejala Pemakaian Narkoba Yang Berlebihan
1.Opiat (heroin, morfin, ganja)
-   perasaan senang dan bahagia
-   acuh tak acuh (apati)
-   malas bergerak
-   mengantuk
-   rasa mual
-   bicara cadel
-   pupil mata mengecil (melebar jika overdosis)
-   gangguan perhatian/daya ingat
2. Ganja
-   rasa senang dan bahagia
-   santai dan lemah
-   acuh tak acuh
-   mata merah
-   nafsu makan meningkat
-   mulut kering
-   pengendalian diri kurang
-   sering menguap/ngantuk
-   kurang konsentrasi
-   depresi 
3. Amfetamin (shabu, ekstasi)
-   kewaspadaan meningkat
-   bergairah
-   rasa senang, bahagia
-   pupil mata melebar
-   denyut nadi dan tekanan darah meningkat
-   sukar tidur/ insomnia
-   hilang nafsu makan 
4. Kokain
-   denyut jantung cepat
-   agitasi psikomotor/gelisah
-   euforia/rasa gembira berlebihan
-   rasa harga diri meningkat
-   banyak bicara
-   kewaspadaan meningkat
-   kejang
-   pupil (manik mata) melebar
-   tekanan darah meningkat
-   berkeringat/rasa dingin
-   mual/muntah
-   mudah berkelahi
-   psikosis
-   perdarahan darah otak
-   penyumbatan pembuluh darah
-   nystagmus horisontal/mata bergerak tak terkendali
-   distonia (kekakuan otot leher) 
5. Alkohol
-   bicara cadel
-   jalan sempoyongan
-   wajah kemerahan
-   banyak bicara
-   mudah marah
-   gangguan pemusatan perhatian
-   nafas bau alkohol 
6. Benzodiazepin (pil nipam, BK, mogadon)
-   bicara cadel
-   jalan sempoyongan
-   wajah kemerahan
-   banyak bicara
-   mudah marah
-   gangguan pemusatan perhatian
Tanda-Tanda Kemungkinan Penyalahgunaan Narkotika dan Zat adiktif
a. Fisik
-  berat badan turun drastis
-  mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman
-  tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas gigitan nyamuk dan
   ada tanda bekas luka sayatan. Goresan dan perubahan warna kulit di tempat
   bekas suntikan
-  buang air besar dan kecil kurang lancar
-  sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas
b. Emosi
-  sangat sensitif dan cepat bosan
-  bila ditegur atau dimarahi, dia malah menunjukkan sikap membangkang
-  emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul orang atau berbicara kasar
   terhadap anggota keluarga atau orang di sekitarnya
-  nafsu makan tidak menentu
c. Perilaku
-  malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya
-  menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga
-  sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit
   dan pulang lewat tengah malam
-  suka mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat pekerjaan dan menggadaikan
   barang-barang berharga di rumah. Begitupun dengan barang-barang berharga
   miliknya, banyak yang hilang
-  selalu kehabisan uang
-  waktunya di rumah kerapkali dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang
   gelap, kamar mandi, atau tempat-tempat sepi lainnya
-  takut akan air. Jika terkena akan terasa sakit – karena itu mereka jadi malas mandi
-  sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan, biasanya terjadi pada saat gejala
   “putus zat”
-  sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba tampak manis bila ada maunya,
   seperti saat membutuhkan uang untuk beli obat
-  sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam alasan
-  mengalami jantung berdebar-debar
-  sering menguap
-  mengeluarkan air mata berlebihan
-  mengeluarkan keringat berlebihan
-  sering mengalami mimpi buruk
-  mengalami nyeri kepala
-  mengalami nyeri/ngilu sendi-sendi
3.      Dasar hukum psikotropika dan zat adiktif lainnya
Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-Undang untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Fungsi dari Hukum Narkoba dalam suatu Negara untuk membatasi penyalahgunaan Narkoba sehingga lingkungan masyarakat menjadi yang aman dan nyaman.
Beberapa fungsi dari hukum Narkoba :
  • Melindungi banyak orang dari bahaya.
  • Menghukum para penjahat yang memperdagangkan atau menggunakan obat-obat terlarang.
  • Meminimalis dampak negatif dari Narkoba dalam masyarakat.
Hukum bersifat kompleks dan terus berubah, karena disesuaikan dengan jenis dan tindah kejahatan obat terlarang. Begitupun dengan tingkat hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan.
Hukuman yang dijatuhkan berdasarkan tingkat kasus Narkoba diantaranya :
  • Kejahatan Narkoba tingkat A atau kelas 1, tingkatan kasus obat yang paling berbahaya, dan hukuman pun paling serius, contoh Narkoba yang disalahgunakan adalah: Opium, Morfin, Heroin, Methadone, Dextromoramide, Methylamphetamin, Kokain, Ecstasy, dan LSD.
  • Kejahatan Narkoba tingkat B atau kelas 2, tingkatan kasus obat yang dianggap tidak terlalu berbahaya atau lebih rendah dari tingkat A, dan hukumannya lebih ringan. Contoh Narkoba yang disalahgunakan adalah: Kodein, Ampetamin, barbiturates dan dihydrocodeine.
  • Kejahatan Narkoba tingkat C, atau kelas 3, tingkatan kasus obat yang tidak berbahaya atau lebih rendah tingkatannya dari kelas B, tentu saja hukuman pun paling ringan, diantara lainnya. Contoh Narkoba yang disalahgunakan adalah: obat resep seperti Tranquillisers ( obat rasa cemas, depresi dan insomnia), Ketamine (obat bius yang berefek halusinogen dan melumpuhkan semua indera) , GHB (obat penenang) dan cannabis (jenis tanaman untuk penenang).
Di Indonesia ada 2 undang-undang yang digunakan untuk permasalahan Narkoba yaitu :
  • Undang-undang no. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan
  • Undang-undang no. 5 tahun 1997 tentang psikotropika
Berikut salah satu kutipan dari Undang-undang no. 22 tahun 1997 tentang Narkotika :
Pasal 78 ayat 1(a) dan 1 (b)
Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).
Pasal 80 ayat 1(a)
Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-(satu milyar rupiah).
Pasal 81 ayat 1 (a)
Membawa,mengirim,mengangkut,atau mentransito narkotika golongan I dipidana dengan pidana penjara paling lama15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 82 ayat 1 (a)
Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli. atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1,000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 84 ayat 1 (a)
Memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain.dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 85 ayat 1 (a)
Menggunakan narkotika golongan I bagi dirinya sendiri,dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun . 
Pasal 86 ayat 1 (a)
Orang tua atau wali pencandu yang belum cukup umur, yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana penjara kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 88 ayat 1 (a)
Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja melaporkan diri sebagai mana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2), dipidana denga pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Pasal 88 ayat 2
Keluarga pecandu narkoba sebagai mana dimaksud dalam pasal 88 ayat 1 yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotoka tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau dengan denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 92
Barang siapa tanpa hak dan melawan hokum menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan , penuntutan, atau pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dimuka siding pengadilan, dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).sedangkan ancaman hukuman bagi penyalahgunaan dan pengedar gelap Psikotropika, seperti dikutip dari undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, sbb:
Pasal 60 ayat 1 (a)
Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak terdaftar pada department yang bertanggung jawab dibidang kesehatan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Pasal 60 ayat 2
Menyalurkan psikotropika, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 60 ayat 3
Menerima penyaluran psikotropika, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 6 ayat 4 dan 5
Menyerahkan dan menerima penyerahan psikotropika, dipidana paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 62
Barang siapa tanpa hak memiliki, menyimpan dan membawa psikotropika, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dengan pidana denda paling vbnayk Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 63
Melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen pengangkutan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dengan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 64 ayat (a dan b)
Menghalang-halangi penderita syndrome ketergantungan untuk mengalami pengobatan dan atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi atau menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi tanpa memiliki izin, dipidana denga penjara paling lama 1a (satu) tahun denga pidana denda paling bvanyak Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Pasal 65
Tidak melaporkan penyalahgunaaan dan atau pemilikan psikotropika secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahu dengan pidana denda paling banyak Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Tindak pidana terkait dengan tosikologi:

Pasal 204

(1)     Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat; berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2)     Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 338
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 340.
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 345.
Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms