- Toksikologi
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari sumber, sifat, khasiat, gejala-gejala keracunan, dosis terapi dan lethal serta temuan pada otopsi kasus yang meninggal dari suatu zat atau racun.
Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sains, yang menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan.
Menurut masyarakat toksikologi forensik amerika “society of forensic toxicologist, inc. SOFT” bidang kerja toksikologi forensik meliputi:
- analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,
- analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),
- analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya.
Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah membuat suatu rekaan rekostruksi suatu peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat atau racun tersebut dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai, yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang fatal, atau tindak kekerasan dan kejahatan).
Kriteria diagnostik keracunan:
1.Gejala-gejala sesuai dengan racun penyebab.
2.Analisa kimia positif adanya racun pada sisa barang bukti
3.Ditemukan Racun pada cairan tubuh korban (Darah, Urine)
4.Otopsi, baik makroskopik dan mikroskopik sesuai dengan racun penyebab.
5.Riwayat Penyakit korban kontak dengan racun.
3 dan 4 bila positif : Diagnosa pasti keracunan
Bilamana memerlukan pemeriksaan toksikologik
Dalam tabel berikut ini digambarkan kasus-kasus yang umumnya di negara maju memerlukan pemeriksaan toksikologi forensik. Kasus-kasus tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu:
a) kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak, kematian di penjara, kematian pada kebakaran, dan kematian medis yang disebabkan oleh efek samping obat atau kesalahan penanganan medis,
b) kecelakaan fatal maupun tidak fatal, yang dapat mengancam keselamatan nyawa sendiri ataupun orang lain, yang umumnya diakibatkan oleh pengaruh obat-obatan, alkohol, atau pun narkoba,
c) penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait dengan akibat pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya lainnya, yang tidak memenuhi standar kesehatan (kasus-kasus forensik farmasi).
Tabel. Kasus-kasus toksikologi forensik yang melibatkan
Jenis Kasus | Pertanyaan yang muncul | Litigasi |
Kematian yang tidak wajar (mendadak) | Apakah ada keterlibatan obat atau racun sebagai penyebab kematiannya? | Kriminal: Pembunuhan Sipil: klaim tanggungan asuransi, tuntunan kepada pabrik farmasi atau kimia |
Kematian di penjara | Kecelakaan, pembunuhan yang melibatkan racun atau obat terlarang? | Kriminal: pembunuhan Sipil: gugatan tanggungan dan konpensasi terhadap pemerintah |
Kematian pada kebakaran | Apakah ada unsur penghilangan jejak pembunuhan? Apa penyebab kematian: CO, racun, kecelakaan, atau pembunuhan? | Kriminal: pembunuhan Sipil: klaim tanggungan asuransi |
Kematian atau timbulnya efek samping obat berbahaya akibat salah pengobatan | Berapa konsentrasi dari obat dan metabolitnya? Apakah ada interaksi obat? | Malpraktek kedokteran, gugatan terhadap fabrik farmasi |
Kematian yang tidak wajar di rumah sakit | Apakah pengobatannya tepat? Kesalahan terapi? | Klaim malpraktek, tindak kriminal, pemeriksaan oleh komite ikatan profesi kedokteran (”IDI”) |
Kecelakaan yang fatal di tempat kerja, sakit akibat tempat kerja, pemecatan | Apakah ada keterlibatan racun, alkohol, atau obat-obatan? Apakah kematian akibat ”human eror”? Apakah sakit tersebut diakibatkan oleh senyawa kimia di tempat kerja? Pemecatan akibat terlibat penyalahgunaan Narkoba? | Gugatan terhadap ”employer”, Memperkerjakan kembali |
Kecelakan fatal dalam menyemudi | Meyebabkan kematian? Adakah keterlibatan alkohol, obat-obatan atau Narkoba? Kecelakaan, atau pembunuhan? | Kriminal: Pembunuhan, kecelakaan bermotor Sipil: klaim gugatan asuransi |
Kecelakaan tidak fatal atau mengemudi dibawah pengaruh obat-obatan | Apakah kesalahan pengemudi? Mengemudi dibawah pengaruh obat-obatan atau Narkoba? | Kriminal: Larangan Mengemudi dibawah pengaruh Obat-obatan atau Narkona Sipil: gugatan pencabutan atau pengangguhan SIM |
Penyalahgunaan Narkoba | Penyalahgunaan atau pasient yang sedang mengalami terapi rehabilitasi narkoba | Kriminal: Sipil: rehabilitasi |
Farmaseutikal dan Obat palsu, atau tidak memenuhi syarat standar ”Forensik Farmasi” | Identifikasi bentuk sediaan, kandungan sediaan obat, penggunaan obat palsu. | Kriminal: pengedaran obat ilegal. Sipil: tuntutan penggunan obat palsu terhadap dokter atau yang terkait |
Langkah-langkah analisis toksikologi forensik
Secara umum tugas analisis toksikolog forensik dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel “sample preparation”, 2) analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general unknown test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis.
Pemeriksaan Luar:
· Tercium bau dari hidung, mulut, pakaian, bau amandel (sianida), minyak tanah (insektisida), amoniak, fenol, alkohol
· Pakaian: Penyebaran bercak racun ( Pembunuhan atau bunuh diri)
· Lebam Mayat : merah terang (CO/CN).
· Luka-luka bakar pada bibir, kulit akibat asam dan basa kuat.
· Bekas suntikan ( Narkotik), hiperpigmentasi, keratosis, melanosis.(As,Pb,Hg)
· Kelainan pada kuku, rambut dan sklera.
Pemeriksaan Dalam
n Bau yang tercium dari rongga tengkorak, rongga perut dan rongga dada.
n Kelainan-kelainan yang ditemukan pada organ2 tubuh ( Darah, Salurann pernafasan, Saluran pencernaan, Hati, Paru, Jantung, Ginjal dan otak.)
n Kelainan bisa berupa korosif, nekrosis,
n Ditemukan sisa2 obat/racun dalam lambung, mulut, eosofagus.
n Pada umumnya perbendungan pada semua organ-organ tubuh
Bahan atau organ yang diambil dan dikirim untuk pemeriksaan toksikologi:
n Darah ( 30 –50 cc ), urin (seluruhnya ),
n Isi lambung( seluruhnya )
n Empedu, hati (500gr), ginjal (seluruhnya),
n Otak (500 gr), usus dan isinya ( 60 cm).
n Lemak (200gr), otot, rambut dengan akarnya (10 gr), kuku dengan pangkalnya (10gr), jaringan tempat suntikan ( 5-10 cm2). Kadang2 perlu diambil: Paru, jantung dan limpa.
Interpretasi temuan analisis
Temuan analisis sendiri tidak mempunyai makna yang berarti jika tidak dijelaskan makna dari temuan tersebut. Seorang toksikolog forensik berkewajiban menerjemahkan temuan tersebut berdasarkan kepakarannya ke dalam suatu kalimat atau laporan, yang dapat menjelaskan atau mampu menjawab pertanyaan yang muncul berkaitan dengan permasalahan/kasus yang dituduhkan.
Berkaitan dengan analisis penyalahgunaan obat-obatan terlarang, mengacu pada hukum yang berlaku di Indonesia (UU no 5 th 1997 tentang psikotropika dan UU no 22 th 1997 tentang Narkotika), interpretasi temuan analisis oleh seorang toksikolog forensik adalah merupakan suatu keharusan (Wirasuta, 2005). Heroin menurut UU no 22 tahun 1997 termasuk narkotika golongan I, namun metabolitnya (morfin) masuk ke dalam narkotika golongan II. Dilain hal kodein (narkotika golongan III) di dalam tubuh akan sebagian termetabolisme menjadi morfin. Menurut UU narkotika ini (pasal 84 dan 85), menyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika golongan I, II, dan III memiliki konsekuensi hukum yang berbeda, sehingga interpretasi temuan analisis toksikologi forensik, khususnya dalam kaitan menjawab pertanyaan narkotika apa yang telah dikonsumsi, adalah sangat mutlak dalam penegakan hukum.
Terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh toksikolog forensik dalam melakukan analisis:
a. Senyawa apa yang terlibat dalam tindak kriminal tersebut (senyawa apa yang menyebabkan keracunan, menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan dalam berlalulintas, atau narkoba apa yang telah disalah gunakan)?
b. Berapa besar dosisnya?
c. Efek apa yang ditimbulkan?
d. Kapan tubuh korban terpapar oleh senyawa tersebut?
e. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat terungkap dari hasil analisis toksikologi dan didukung oleh penguasaan ilmu pendukung lainnya seperti farmakologi dan toksikologi, biotransformasi, dan farmakokinetik.
Data temuan hasil uji penapisan dapat dijadikan petunjuk bukan untuk menarik kesimpulan bahwa seseorang telah terpapar atau menggunakan obat terlarang. Sedangkan hasil uji pemastian (confirmatory test) dapat dijadikan dasar untuk memastikan atau menarik kesimpulan apakah sesorang telah menggunakan obat terlarang yang dituduhkan..
Pada interpretasi hasil analisis pada kasus kematian, seorang toksikolog forensik dituntut mampu menjawab pertanyaan spesifik seperti: rute pemakaian toksikan, apakah konsentrasi toksikan yang ditetapkan cukup sebagai menyebabkan kematian atau penyebab keracunan. Penetapan rute pemakaian biasanya diperoleh dari analisis berbagai spesimen, dimana pada umumnya konsentrasi toksikan yang lebih tinggi ditemukan di daerah rute pemakaian. Jika ditemukan toksikan dalam jumlah besar di saluran pencernaan dan hati, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa paparan melalui jalur oral.
Ditemukannya toksikan dalam konsentrasi yang cukup tinggi baik di saluran pencernaan maupun di darah, dapat dijadikan cukup bukti untuk menyatakan toksikan tersebut sebagai penyebab kematian. Seorang toksikolog forensik dituntut juga dapat menerangkan absorpsi toksikan dan transportasi/distribusi melalui sirkulasi sistemik menuju organ-jaringan sampai dapat menimbulkan efek yang fatal. Interpretasi ini diturunkan dari data konsentrasi toksikan baik di darah maupun di jaringan-jaringan.
Hasil analisis urin biasanya kurang berarti dalam menentukan efek toksik/psikologi dari suatu toksikan. Secara umum hasil analisis urin menyatakan adanya paparan toksikan sebelum kematian. Dari jumlah volume urin dan konstelasi jumlah toksikan dan metabolitnya di dalam kantung kemih, dengan berdasarkan data laju eksresi toksikan dan metabolitnya, maka dimungkinkan untuk menurunkan informasi lamanya waktu paparan telah terjadi sebelum kematian (Wirasuta 2004).
Dalam menginterpretasikan tingkat konsentrasi di dalam darah dan jaringan sebaiknya memperhatikan tingkat efek psikologis yang sebenarnya dan semua faktor yang berpengaruh dari setiap tingkat konsentrasi yang diperoleh dari spesimen. Interpretasi tingkat konsentrasi dalam darah dan jaringan dapat dibagi menjadi tiga katagori: normal atau terapeutik, toksik, dan lethal. Tingkat konsentrasi normal dinyatakan sebagai keadaan, dimana tidak menimbulkan efek toksik pada organisme. Tingkat konsentrasi toksik berhubungan dengan gejala membahayankan nyawa, seperti: koma, kejang-kejang, kerusakan hati atau ginjal. Tingkat konsentrasi kematian dinyatakan sebagai konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap tingkat konsentrasi toksik (seperti: usia, jenis kelamin/status hormonal, berat badan, status nutrisi, genetik, status immunologi, kelainan patologik dan penyakit bawaan, kelainan fungsi organ, sifat farmakokinetik dari toksikan) seharusnya juga dipertimbangkan dalam menginterpretasikan hasil analisis, yang bertujuan mencari faktor penyebab keracunan. Faktor lain yang juga harus mendapat perhatian adalah fenomena farmakologi seperti toleransi. Toleransi adalah suatu keadaan menurunnya respon tubuh terhadap toksikan sebagai hasil paparan yang berulang sebelumnya, biasanya dalam waktu yang lama. Penurunan respon dapat diakibatkan oleh adaptasi selular pada suatu konsentrasi toksikan, yang dapat berakibat pada penekanan efek farmakologis yang diinginkan. Hal ini sering dijumpai pada kasus kematian akibat menyalahgunaan heroin, dimanakan ditemukan tumpang tindih rentang konsentrasi morfin di darah pada kasus “lethal related heroine (0,010 - 2,200 µg/ml, rataan: 0,277 µg/ml)” dan “non-lethal related heroine (0,010 -0,275 µg/ml, rataan: 0,046 µg/ml)” (Wirasuta 2004). Konsetrasi morfin yang tinggi mungkin tidak mengakibatkan efek toksik pada junkis yang telah berulang memakai heroin, sedangkan pada konsentrasi yang sama mungkin menimbulkan efek kematian pada orang yang baru menggunakan. Bahaya kematian sering dijumpai pada pemakaian dosis tinggi oleh pencadu, yang memulai kembali menggunakan heroin setelah lama berhenti menggunakannya, dimana dosisnya didasarkan pengalaman pribadi saat efek tolerasi masih timbul..
Contoh: Ilustrasi kasus toksikologi forensik (data dikutif dari kasus yang masuk ke Institut of Legal Medicine of Goerg August University, Göttingen, Germany):
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan dari penyidik dilaporkan telah diketemukan mayat di kamar mandi sebuah cafe. Dilengan kanannya masih tertancap jarum suntik. Hasil otopsi melaporkan terdapat baik bekas suntikan yang masih baru maupun yang sudah menua dilengan kanan dan kiri, telapak tangan, kaki. Terdapat udema paru-paru, dan bau aromatis dari organ tubuh seperti saluran cerna. Dokter spesialis Forensik menyimpulkan kematian diduga diakibatkan oleh keracunan obat-obatan.
Hasil analisis toksikologi forensik:
Uji skrining menggunakan teknin immonoassay test (EMIT) terdeteksi positif golongan opiat dan benzodiazepin. Dari penetapan kadar alkohol di darah dan urin terdapat alkohol 0,1 promil dan 0,1 promil.
Pada uji konfirmasi dengan menggunakan alat GC-MS diperoleh hasil:
- darah sebelum di hidrolisis: - morfin: 0,200 µg/ml, - kodein: 0,026 µg/ml
- darah setelah hidrolisis: - morfin: 0,665 µg/ml, - kodein: 0,044 µg/ml
- urin sebelum hidrolisis: - 6-asetilmorfin: 0,060 µg/ml, - morfin: 0,170 µg/ml, - kodein: 0,040 µgml
- urin setelah hidrolisis : - morfin: 0,800 µg/ml, - kodein: 0,170 µg/ml
Golongan benzodiazepin yang terdeteksi di darah adalah: diazepam: 1,400 µg/ml; nordazepam: 0,086 µg/ml; oxazepam: 0,730 µg/ml; temazepam: 0,460 µg/ml
Dalam menginterpretasikan hasil temuannya seorang toksikolog forensik harus mengulas kembali efek toksik dan farmakologi yang ditimbulkan oleh analit, baik efek tunggal dari opiate dan benzodiazepin maupun efek kombinasi yang ditimbulkan dalam pemakaian bersama antara opiat dan benzodiazepin. Menyacu informasi konsentrasi toksik (“lethal concentration”) dapat diduga penyebab kematian dari korban.
Efek toksik yang ditimbulkan oleh pemakaian heroin adalah dipresi saluran pernafasan. Keracunan oleh heroin ditandai dengan adanya udema paru-paru. Sedangkan pemakaian diazepam secara bersamaan akan meningkatkan efek heroin dalam penekanan sistem pernafasan. Hal ini akan mempercepat kematian.
Guna mengetahui obat apa yang telah dikonsumsi oleh korban, berdasarkan hasil analisis dan alur metabolisme dari suatu senyawa obat, seorang toksikolog forensik akan merunut balik apa yang telah dikonsumsi korban.
Di darah dan urin terdapat morfin dan kodein baik dalam bentuk bebas maupun terikat dengan glukuronidnya namun di urin terdeteksi juga 6-asetilmorfin. Heroin di dalam tubuh dalam waktu yang sangat singkat akan termetabilisme menjadi 6-asetilmorfin, dan kemudian membentuk morfin. Morfin akan terkonjugasi menjadi morfin-glukuronidanya. Dari hasil analisis seorang toksikolog forensik sudah dapat menyimpulkan bahwa korban telah mengkonsumsi heroin.
Di dalam tubuh diazepam akan termetabolisme melalui N-demitelasi membentuk desmitldiazepam (nordazepam) dan kemudian akan terhidrolisis membentuk oksazepam, sebagaian kecil akan termetabolisme membentuk temazepam. Sehingga dari temuan analisis dapat disimpulkan korban juga telah mengkonsumsi diazepam.
Semua temuan dan hasil interpretasi ini dibuat dalam suatu laporan (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kembali ke polisi penyidik. Berkas berita acara pemeriksaan ini dikenal dengan keterangan ahli.
2. Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.
Jenis Narkoba
a).Narkotika(Menurut Undang-Undang RI No. 22 tahun 1997)
1.Narkotika Golongan I
Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja
2.Narkotika Golongan II
Contoh : morfin, petidin
3. Narkotika Golongan III
Contoh : kodein
b) Psikotropika (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997)
1. Psikotropika Golongan I.
Contoh : ekstasi, shabu, LSD
2. Psikotropika Golongan II
Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin
3. Psikotropika Golongan III
Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam
4. Psikotropika Golongan IV
Contoh:diazepam,bromazepam,Fenobarbital,klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, pil Koplo.
c) Zat adiktif lain
- Minuman berakohol
• - Golongan A: kadar etanol 1-5%, (Bir)
• - Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
• - Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput.)
2. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
Contoh: Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
3. Nikotin (Tembakau)
Berdasarkan efeknya:
1. Golongan Depresan (Downer)
contoh : Opioid (morfin, heroin/putauw, kodein)
2. Golongan Stimulan (Upper)
Contoh : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain
3. Golongan Halusinogen
contoh : Kanabis (ganja), LSD
Mekanisme Kerja
1.Narkotika
Reseptornya tersebar luas diseluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah. Ada 3 jenis yaitu mu (µ), delta (δ), dan kappa (к). Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor akan tetapi dengan afinitas yang berbeda, dan dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, dan campuran.
2. Psikotropika.
Pada umumnya semua jenis psikotropika bekerja pada sistem saraf pusat, baik itu pada neurotransmiternya ataupun pada bagian sinap saraf. Zat/obat ini dapat menurunkan atau merangsang aktivitas otak. Selain itu, beberapa jenis dari psikotopik juga bekerja pada saraf otonom
3. Zat Adiksi Lain.
Mekanisme kerja zat-zat adiksi lainnya juga hampir sama dengan narkotika dan psikotropika yaitu kebanyakan bekerja pada susunan saraf pusat sehingga dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya. . Misalnya alkohol, alkohol bekerja pada SSP sehingga menyebabkan depresi SSP dan efek sedasi serta antianxietas pada kadar yang lebih tinggi
Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin (putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain.
Sedangkan jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD, Mushroom.
Zat adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan Narkotika & Psikotropika seperti alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat pelarut (solven).
Sering kali pemakaian rokok dan alkohol terutama pada kelompok remaja (usia 14-20 tahun) harus diwaspadai orangtua karena umumnya pemakaian kedua zat tersebut cenderung menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lain yang lebih berbahaya (Putauw).
OPIAT atau Opium (candu)
Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap (inhalasi).
· Menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation)
· Menimbulkan semangat
· Merasa waktu berjalan lambat.
· Pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk.
· Merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang).
· Timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.
MORFIN
Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau pembuluh darah (intravena)
· Menimbulkan euforia.
· Mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi).
· Kebingungan (konfusi).
· Berkeringat.
· Dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar.
· Gelisah dan perubahan suasana hati.
· Mulut kering dan warna muka berubah.
Gejala-Gejala Pemakaian Narkoba Yang Berlebihan
1.Opiat (heroin, morfin, ganja)
- perasaan senang dan bahagia
- acuh tak acuh (apati)
- malas bergerak
- mengantuk
- rasa mual
- bicara cadel
- pupil mata mengecil (melebar jika overdosis)
- gangguan perhatian/daya ingat
2. Ganja
- rasa senang dan bahagia
- santai dan lemah
- acuh tak acuh
- mata merah
- nafsu makan meningkat
- mulut kering
- pengendalian diri kurang
- sering menguap/ngantuk
- kurang konsentrasi
- depresi
3. Amfetamin (shabu, ekstasi)
- kewaspadaan meningkat
- bergairah
- rasa senang, bahagia
- pupil mata melebar
- denyut nadi dan tekanan darah meningkat
- sukar tidur/ insomnia
- hilang nafsu makan
4. Kokain
- denyut jantung cepat
- agitasi psikomotor/gelisah
- euforia/rasa gembira berlebihan
- rasa harga diri meningkat
- banyak bicara
- kewaspadaan meningkat
- kejang
- pupil (manik mata) melebar
- tekanan darah meningkat
- berkeringat/rasa dingin
- mual/muntah
- mudah berkelahi
- psikosis
- perdarahan darah otak
- penyumbatan pembuluh darah
- nystagmus horisontal/mata bergerak tak terkendali
- distonia (kekakuan otot leher)
5. Alkohol
- bicara cadel
- jalan sempoyongan
- wajah kemerahan
- banyak bicara
- mudah marah
- gangguan pemusatan perhatian
- nafas bau alkohol
6. Benzodiazepin (pil nipam, BK, mogadon)
- bicara cadel
- jalan sempoyongan
- wajah kemerahan
- banyak bicara
- mudah marah
- gangguan pemusatan perhatian
Tanda-Tanda Kemungkinan Penyalahgunaan Narkotika dan Zat adiktif
a. Fisik
- berat badan turun drastis
- mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman
- tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas gigitan nyamuk dan
ada tanda bekas luka sayatan. Goresan dan perubahan warna kulit di tempat
bekas suntikan
- buang air besar dan kecil kurang lancar
- sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas
b. Emosi
- sangat sensitif dan cepat bosan
- bila ditegur atau dimarahi, dia malah menunjukkan sikap membangkang
- emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul orang atau berbicara kasar
terhadap anggota keluarga atau orang di sekitarnya
- nafsu makan tidak menentu
c. Perilaku
- malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya
- menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga
- sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit
dan pulang lewat tengah malam
- suka mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat pekerjaan dan menggadaikan
barang-barang berharga di rumah. Begitupun dengan barang-barang berharga
miliknya, banyak yang hilang
- selalu kehabisan uang
- waktunya di rumah kerapkali dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang
gelap, kamar mandi, atau tempat-tempat sepi lainnya
- takut akan air. Jika terkena akan terasa sakit – karena itu mereka jadi malas mandi
- sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan, biasanya terjadi pada saat gejala
“putus zat”
- sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba tampak manis bila ada maunya,
seperti saat membutuhkan uang untuk beli obat
- sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam alasan
- mengalami jantung berdebar-debar
- sering menguap
- mengeluarkan air mata berlebihan
- mengeluarkan keringat berlebihan
- sering mengalami mimpi buruk
- mengalami nyeri kepala
- mengalami nyeri/ngilu sendi-sendi
3. Dasar hukum psikotropika dan zat adiktif lainnya
Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-Undang untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Fungsi dari Hukum Narkoba dalam suatu Negara untuk membatasi penyalahgunaan Narkoba sehingga lingkungan masyarakat menjadi yang aman dan nyaman.
Beberapa fungsi dari hukum Narkoba :
- Melindungi banyak orang dari bahaya.
- Menghukum para penjahat yang memperdagangkan atau menggunakan obat-obat terlarang.
- Meminimalis dampak negatif dari Narkoba dalam masyarakat.
Hukum bersifat kompleks dan terus berubah, karena disesuaikan dengan jenis dan tindah kejahatan obat terlarang. Begitupun dengan tingkat hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan.
Hukuman yang dijatuhkan berdasarkan tingkat kasus Narkoba diantaranya :
- Kejahatan Narkoba tingkat A atau kelas 1, tingkatan kasus obat yang paling berbahaya, dan hukuman pun paling serius, contoh Narkoba yang disalahgunakan adalah: Opium, Morfin, Heroin, Methadone, Dextromoramide, Methylamphetamin, Kokain, Ecstasy, dan LSD.
- Kejahatan Narkoba tingkat B atau kelas 2, tingkatan kasus obat yang dianggap tidak terlalu berbahaya atau lebih rendah dari tingkat A, dan hukumannya lebih ringan. Contoh Narkoba yang disalahgunakan adalah: Kodein, Ampetamin, barbiturates dan dihydrocodeine.
- Kejahatan Narkoba tingkat C, atau kelas 3, tingkatan kasus obat yang tidak berbahaya atau lebih rendah tingkatannya dari kelas B, tentu saja hukuman pun paling ringan, diantara lainnya. Contoh Narkoba yang disalahgunakan adalah: obat resep seperti Tranquillisers ( obat rasa cemas, depresi dan insomnia), Ketamine (obat bius yang berefek halusinogen dan melumpuhkan semua indera) , GHB (obat penenang) dan cannabis (jenis tanaman untuk penenang).
Di Indonesia ada 2 undang-undang yang digunakan untuk permasalahan Narkoba yaitu :
- Undang-undang no. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan
- Undang-undang no. 5 tahun 1997 tentang psikotropika
Berikut salah satu kutipan dari Undang-undang no. 22 tahun 1997 tentang Narkotika :
Pasal 78 ayat 1(a) dan 1 (b)
Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).
Pasal 80 ayat 1(a)
Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-(satu milyar rupiah).
Pasal 81 ayat 1 (a)
Membawa,mengirim,mengangkut,atau mentransito narkotika golongan I dipidana dengan pidana penjara paling lama15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 82 ayat 1 (a)
Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli. atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1,000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 84 ayat 1 (a)
Memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain.dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 85 ayat 1 (a)
Menggunakan narkotika golongan I bagi dirinya sendiri,dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun .
Pasal 86 ayat 1 (a)
Orang tua atau wali pencandu yang belum cukup umur, yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana penjara kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 88 ayat 1 (a)
Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja melaporkan diri sebagai mana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2), dipidana denga pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Pasal 88 ayat 2
Keluarga pecandu narkoba sebagai mana dimaksud dalam pasal 88 ayat 1 yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotoka tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau dengan denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 92
Barang siapa tanpa hak dan melawan hokum menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan , penuntutan, atau pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dimuka siding pengadilan, dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).sedangkan ancaman hukuman bagi penyalahgunaan dan pengedar gelap Psikotropika, seperti dikutip dari undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, sbb:
Pasal 60 ayat 1 (a)
Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak terdaftar pada department yang bertanggung jawab dibidang kesehatan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Pasal 60 ayat 2
Menyalurkan psikotropika, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 60 ayat 3
Menerima penyaluran psikotropika, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 6 ayat 4 dan 5
Menyerahkan dan menerima penyerahan psikotropika, dipidana paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 62
Barang siapa tanpa hak memiliki, menyimpan dan membawa psikotropika, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dengan pidana denda paling vbnayk Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 63
Melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen pengangkutan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dengan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Pasal 64 ayat (a dan b)
Menghalang-halangi penderita syndrome ketergantungan untuk mengalami pengobatan dan atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi atau menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi tanpa memiliki izin, dipidana denga penjara paling lama 1a (satu) tahun denga pidana denda paling bvanyak Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Pasal 65
Tidak melaporkan penyalahgunaaan dan atau pemilikan psikotropika secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahu dengan pidana denda paling banyak Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Tindak pidana terkait dengan tosikologi:
Pasal 204
(1) Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat; berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 338
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 340.
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 345.
Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.